PERANAN SEKOLAH DALAM PENDIDIKAN
SEKS KEPADA PESERTA DIDIK
Dosen : Drs. Ngatemin ., M.A.
Mata Kuliah : Sosiologi Pendidikan
Disusun Oleh :
Dwi Yulianti
Erna Setyaningsih
Leni Fitriana
Meita Fitrialina
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( TARBIYAH )
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
REGULER A 2009/2010
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr.Wb
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Azza Wa
Jalla, Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
segenap keluarga dan para sahabatnya, serta segenap umatnya yang senantiasa menyempurnakan
kemuliaan akhlaknya.
Dalam rangka memenuhi persyaratan mata kuliah
Sosiologi Pendidikan, penulis menyajikan makalah “Peranan Sekolah dalam
Pendidikan Seks Kepada Peserta Didik” dengan tujuan menjelaskan pendidikan seks
peserta didik dan peranan sekolah dalam memberikan pendidikan seks kepada
peserta didik. Mudah-mudahan dengan makalah ini sedikit memberikan wawasan
kepada kita sebagai calon pendidik untuk memberikan yang terbaik untuk peserta
didik kita kelak.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam bentuk material maupun finansial, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Untuk kritik dan sarannya
sangat kami harapkan dari dosen pembimbing dan teman-teman semua. Terima kasih
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb
Wonosari, Januari 2011
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
Judul ……………………………………………………………………………………………… i
Kata
Pengantar……………………………………………………………………………………………… ii
Daftar
Isi………………………………………………………………………………………………………. iii
Bab
I Pendahuluan
……………………………………………………………………………………. 1
Latar
Belakang ……………………………………………………………………………. 1
Rumusan
Masalah ……………………………………………………………………….. 1
Tujuan
……………………………………………………………………………………….. 1
Bab
II Pembahasan
…………………………………………………………………………………….. 2
Pengertian
Pendidikan Seks ………………………………………………………….. 2
Tahap-Tahap
Perkembangan Seks Peserta Didik ……………………………… 3
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Seks…………………… 3
Peran
Sekolah dalam Memberikan Pendidikan Seks…………………………. 3
Bab
III Penutup ……………………………………………………………………………………………
5
Kesimpulan
………………………………………………………………………………… 5
Saran
…………………………………………………………………………………………. 5
Daftar
Pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah
adalah suatu lembaga pendidikan yang mempunyai tujuan mencerdaskan peserta
didik. Namun tujuan yang paling utama adalah membuat suatu perubahan menjadi
lebih baik dalam ilmu pengetahuan, sikap, moral dan akhlak. Fenomena yang
sering terjadi saat ini baik melalui media tulis maupun elektronik memberitakan
maraknya kasus pencabulan, pemerkosaan, hamil di luar nikah maupun aborsi pada
anak-anak usia sekolah. Maraknya kasus penyimpangan tersebut membuat sekolah
menjadi lebih waspada dan mencari pemecahan masalah-masalah tersebut.
Peraturan
yang tegas di sekolah sekarang seakan tak mampu membatasi peserta didik untuk
menggunakan alat komunikasi seperti HP dan internet. Media elektronik yang
digunakan seperti HP dan Internet memiliki dampak positif dan negative. Hal itu
tergantung bagaimana seseorang menggunakannya. Dan salah satu usaha membatasi
terjadinya penyimpangan tersebut kepada peserta didik, salah satunya adalah
melarang peserta didik membawa HP ke
sekolah. Hal itu dilakukan oleh sekolah dengan tujuan untuk mencegah beredarnya
video-video porno yang merusak moral peserta didik. Dengan adanya pembatasan
tersebut, sekolah berharap dapat meminimalisir kasus penyimpangan seks yang
terjadi pada anak didik. Walaupun pada kenyataanya, pengaruh media elektronik
di luar sekolah belum mampu di tangani
oleh keluarga masing-masing peserta didik.
Pengaruh
lingkungan, pengawasan orang tua dan ketidak tegasan dalam menangani hal
tersebut menjadi kunci semakin banyaknya kasus penyimpangan seks di lingkungan
peserta didik. Kurangnya pendidikan seks dan pemahaman perkembangan seks pada
anak didik sejak dini adalah salah satu penyebab seseorang melakukan suatu
penyimpangan tanpa berfikir akibat dan resikonya terhadap diri sendiri maupun
orang lain.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana
Tahap-Tahap Perkembangan Seks Peserta Didik ?
Apa
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Seks ?
Bagaimana
Peran Sekolah dalam Memberikan Pendidikan Seks ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Tahap-Tahap Perkembangan Seks
Peserta Didik.
2. Mengetahui Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan Seks.
3. Mengetahui Peran Sekolah dalam Memberikan
Pendidikan Seks.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Seks
Perkembangan
seks antara satu anak dengan anak yang lain berbeda. Perkembangan seks dapat
didefinisikan sebagai pendidikan mengenai anatomi tubuh yang dapat dilanjutkan
pada reproduksi seksual. Artinya pengenalan seks pada anak dapat dimulai dengan
pengenalan anatomi tubuh kemudian meningkat pada pendidikan mengenai cara
berkembang biak makhluk hidup yaitu manusia dan binatang. Pendidikan seks
adalah upaya pengajaran, penyadaran dan pemberian informasi tentang masalah
seksual. Informasi yang diberikan diantaranya pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi
dengan menanamkan moral, etika, komitmen dan agama agar tidak terjadi
penyalahan organ reproduksi tersebut. Itu sebabnya pendidikan seks harus
diberikan kepada anak sejak dini dalam lingkungan keluarga dan kemudian
dilingkungan sekolah.
Awal
mula pendidikan seks menjadi tanggung jawab keluarga terutama orang tua karena
pendidikan seks memiliki makna yang penting untuk landasan menghindari
dampak-dampak yang ditimbulkan karena tidak adanya pengetahuan tentang seks.
Masa anak-anak adalah masa-masa kritis untuk mengetahui hal-hal yang tidak ia
mengerti sehingga untuk menghindari perilaku coba-coba pada anak, pendidikan
seks menjadi penting untuk disampaikan.
Pendidikan
seks hendaknya diberikan oleh orang tua dan sekolah sesuai dengan tahap
perkembangan kedewasaan masing-masing anak. Hal tersebut akan menghindari
timbulnya resiko negative dari perilaku seksual yang menyimpang dan dampak yang
akan diterima dari kesalahan pada proses penyampaian pendidikan seks tersebut.
B. Tahap-Tahap Perkembangan Seks Peserta
Didik
Tahap
Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud
Teori
perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling
terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud
percaya kepribadian yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa
kanak-kanak di mana mencari kesenangan-energi dari identitas menjadi fokus pada area sensitif seksual
tertentu. Energi psikoseksual, atau libido , digambarkan sebagai kekuatan
pendorong di belakang perilaku.
Menurut
Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima tahun. Awal
perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan terus
mempengaruhi perilaku di kemudian hari.
Jika
tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah kepribadian
yang sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap yang tepat,
fiksasi dapat terjadi. fiksasi adalah fokus yang gigih pada tahap awal
psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu akan tetap terjebak dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang
terpaku pada tahap oral mungkin terlalu bergantung pada orang lain dan dapat
mencari rangsangan oral melalui merokok, minum, atau makan.
1.
Fase Oral
Pada
tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga
perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting
untuk makan, dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan
memuaskan seperti mencicipi dan mengisap. Karena bayi sepenuhnya tergantung
pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga
mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral.
Konflik
utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi kurang
bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud
percaya individu akan memiliki masalah dengan ketergantungan atau agresi.
fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah dengan minum, merokok makan, atau
menggigit kuku.
2.
Fase Anal
Pada
tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada
pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini
adalah pelatihan toilet, anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan
tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.
Menurut
Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di mana orang
tua pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan pujian dan
penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil
positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa
pengalaman positif selama tahap ini menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi
orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif.
Namun,
tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa anak-anak perlukan
selama tahap ini. Beberapa orang tua menghukum, mengejek atau malu seorang anak
untuk kecelakaan. Respon orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil
negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar, hal itu akan
mengusir kepribadian dan dapat berkembang menjadi individu yang berantakan.
Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet training terlalu dini,
kepribadian kuat anal berkembang di mana individu tersebut ketat, tertib, kaku
dan obsesif.
3. Fase Phalic
Pada
tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak
juga menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Seorang anak laki-laki mulai melihat ayah mereka
sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu. Kompleks Oedipus menggambarkan
perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan ayah. Namun,
anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini, hal
ini disebut kecemasan.
4. Periode latent
Fase
ini adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan
ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini
sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan
kepercayaan diri.
Freud
menggambarkan fase latent sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak ada
organisasi baru seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar banyak perhatian
untuk itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak selalu disebutkan dalam deskripsi
teori sebagai salah satu tahap, tetapi sebagai suatu periode terpisah.
5.
Fase Genital
Pada
tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat seksual
yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada
kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap
ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus
seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan
keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Seks
Perkembangan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a.
Hereditas atau keturunan
Hereditas
merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Hereditas
diartikan segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimilki individu sejak
masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua. Seseorang yang memiliki
kelainan seks, tentu akan menurun kepada anaknya. KELANJUTANE MANUT ZULL. DIJELASKE KEPIYE MENEH ?????
b. Lingkungan
Lingkungan
sekolah
Yang
secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan,
membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya. KELANJUTANE MANUT ZULL. DIJELASKE KEPIYE MENEH ?????
Lingkungan
keluarga
Keluarga
merupakan unit sosial terkecil yang bersifat universal artinya terdapat pada setiap
masyarakat di dunia (universe) atau suatu sistem sosial yang terbentuk dalam
sistem sosial yang lebih besar. KELANJUTANE MANUT ZULL. DIJELASKE KEPIYE MENEH ?????
Lingkungan
masyarakat dan teman sebaya
Peranan
masyarakat dan teman sebaya bagi remaja adalah memberikan kesempatan untuk
belajar tentang bagaimana berinteraksi dengan orang lain, mengontrol tingkah
laku sosial, mengembangkan ketrampilan dan minat yang dimilikinya. KELANJUTANE
MANUT ZULL. DIJELASKE KEPIYE MENEH ?????
D. Peran Sekolah dalam Memberikan Pendidikan
Seks
Pendidikan
seks pada anak menjadi tanggung jawab keluarga dan sekolah. Peran keluarga
sebagai pendidikan awal. Salah satu cara penyamapaian kepada anak dapat dimulai
dengan mengajari mereka dengan membersihkan alat kelaminnya sendiri. Orang tua
harus mengajari anak untuk membersihkan sendiri alat vitalnya dengan benar
setelah buang air besar maupun kecil agar anak dapat mandiri dan tidak
bergantung dengan orang lain. Pendidikan ini pun secara tidak langsung dapat
mengajari anak untuk tidak sembarangn mengizinkan orang lain membersihkan alat
kelaminnya. Cara menyampaikan pendidikan seks kepada anak jangan tertalu vulgar
karena akan berdampak negative pada anak. Orang tua sebaiknya melihat faktor
usia. Artinya ketika akan mengarjakan anak tentang pendidikan seks, lihatlah
sasaran yang dituju.
Peran
sekolah dalam memberikan pendidikan seks dengan syarat utama dalam memberikan
pengetahuan hal tersebut anak merasa nyaman. Karena belum tentu anak-anak juga
mendapat pelajaran seks dari orang tuanya. Bila menghadapi anak yang terlalu
kritis, ingin bertanya segala macam hingga kewalahan, tak perlu ragu mengatakan
bahwa kita belum tahu, dan akan berusaha mencari tahu lebih lanjut. Tapi jangan
sebatas berjanji, usahakan benar-benar memenuhi permintaannya. Bahkan jika
diperlukan, kita bisa mencari tahu dari buku atau orang yang lebih ahli.
Disamping
mengajarkan pendidikan seks, sekolah juga harus membarenginya dengan pendidikan
moral. Misalnya, setelah mengetahui berbagai fungsi tubuhnya, terutama fungsi
reproduksi, ajarkan agar ia tidak suka mengumbar bagian-bagian tertentu
tubuhnya. Misalnya, ajarkan anak untuk berganti pakaian di kamar mandi atau di
kamar tidurnya. Jadi, tidak boleh berlari-lari sambil telanjang.
Pendidikan
seks pada anak-anak usia SD dapat dilakukan bersamaan dengan pembelajaran IPA
yang diajarkan oleh para guru. Disela-sela mengajarkan pengetahuan, dapat
memasukkan pendidikan seks tersebut beserta pendidikan moral. Untuk anak-anak
yang kelas atas seperti kelas 5 dan 6 dapat diberikan sosialisasi tentang apa
itu haid dan mimpi basah bagi laki-laki. Karena saat ini sudah banyak anak-anak
yang duduk di kelas 5 dan 6 yang sudah mendapatkan haid pertamanya. Setelah
mereka memasuki masa-masa SMP, pendidikan seks yang didapatkan dari SD tentu
dapat dijadikan pendidikan kedua setelah dari keluarga. Untuk jenjang sekolah
di SMP yang sudah mendalami pelajaran reproduksi dan biologi tentu pendidikan
seks akan lebih mudah diberikan beserta kesehatan dan dampak-dampak jika terjadi
penyimpangan seksual.
Pada
masa usia SMP, anak-anak cenderung coba-coba. Dan jika tidak dibarengi dengan
pendidikan kesehatan seks dan moral, akan mengakibatkan anak terjerumus dalam
kesesatan. KELANJUTANE MANUT ZULL.
DIJELASKE KEPIYE MENEH ?????
Berikut
ini cara penyampaian pendidikan seks kepada anak sesuai usia anak yang dapat
dilakukan orang tua maupun sekolah.
1. Pada Anak Balita (1-5 tahun)
Pada
usia Balita (Bayi tahun) yang mungkin sudah ada yang duduk di bangku pra
sekolah, menanamkan pendidikan seks pada anak dengan cara memulai
memperkenalkan kepada anak pada organ-organ seks miliknya secara singkat. Tidak
perlu memberi penjelasan detail karena rentang waktu memperhatikan anak
biasanya pendek. Untuk orang tua, misalnya saat memandikan anak, kita dapat
memberitahu berbagai organ tubuh anak, seperti rambut, kepala, tangan, kaki,
perut, dan jangan lupa penis dan vagina atau vulva. Lalu menerangkan perbedaan
alat kelamin dari lawan jenisnya, misalnya jika anak memiliki adik yang berlawanan
jenis, jelaskan bahwa alat kelamin tersebut tidak boleh dipertontonkan dengan
sembarangan, dan terangkan juga jika ada yang menyentuhnya tanpa diketahui
orang tua, maka anak harus berteriak dan melapor kepada orang tuanya. Sedangkan
untuk para pendidik yang mengajar anak-anak usia pra sekolah, dapat mengajarkan
dengan bentuk anatomi tubuh manusia dan hewan. Serta menjelaskan fungsi-fungsi
anatomi tubuh tersebut. Dengan demikian, anak-anak dapat dilindungi terhadap
maraknya kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual terhadap anak yang
akhir-akhir ini sangat marak terjadi.
2. Pada Ana Usia 6 -12 tahun
Pada
usia ini, anak biasanya mulai aktif bertanya tentang seks. Misalnya anak akan
bertanya dari mana ia berasal. Atau pertanyaan yang umum seperti bagaimana
asal-usul bayi. Jawaban-jawaban yang sederhana dan terus terang biasanya
efektif.
3. Pada Usia Menjelang Remaja 13-16
Saat
anak semakin berkembang, menerangkan mengenai haid, mimpi basah, dan juga
perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada seorang remaja. Seorang
pendidik bisa terangkan bahwa seorang
anak akan mengalami perubahan bentuk payudara, atau terangkan akan adanya
tumbuh bulu-bulu di sekitar alat kelaminnya.
4. Pada Usia Remaja 17-19
Pada
saat ini, seorang remaja akan mengalami banyak perubahan secara seksual.
Seorang pendidik perlu lebih intensif menanamkan nilai moral yang baik
kepadanya. Memberikan penjelasan mengenai kerugian seks bebas seperti penyakit
yang ditularkan dan akibat-akibat secara emosi.
Menurut
penelitian, pendidikan seks sejak dini akan menghindari kehamilan di luar
pernikahan saat anak-anak bertumbuh menjadi remaja dan saat dewasa kelak. Tidak
perlu tabu membicarakan seks dalam keluarga dan di sekolah. Karena anak didik
perlu mendapatkan informasi yang tepat dari orang tua dan sekolahnya. Peran
sekolahpun salah satunya dapat mengikut sertakan siswa-siswinya mengikuti
seminar tentang kesehatan reproduksi ataupun tentang pendidikan seks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar