Rabu, 26 Desember 2012

PERANAN SEKOLAH DALAM PENDIDIKAN SEKS KEPADA PESERTA DIDIK



PERANAN SEKOLAH DALAM PENDIDIKAN

SEKS KEPADA PESERTA DIDIK

                                 Dosen                  : Drs. Ngatemin ., M.A.

                                Mata Kuliah       : Sosiologi Pendidikan






Disusun Oleh :

Dwi Yulianti

Erna Setyaningsih

Leni Fitriana

Meita Fitrialina


FAKULTAS AGAMA ISLAM

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( TARBIYAH )

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

REGULER A 2009/2010





KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Azza Wa Jalla, Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, segenap keluarga dan para sahabatnya, serta segenap umatnya yang senantiasa menyempurnakan kemuliaan akhlaknya.

Dalam rangka memenuhi persyaratan mata kuliah Sosiologi Pendidikan, penulis menyajikan makalah “Peranan Sekolah dalam Pendidikan Seks Kepada Peserta Didik” dengan tujuan menjelaskan pendidikan seks peserta didik dan peranan sekolah dalam memberikan pendidikan seks kepada peserta didik. Mudah-mudahan dengan makalah ini sedikit memberikan wawasan kepada kita sebagai calon pendidik untuk memberikan yang terbaik untuk peserta didik kita kelak.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam bentuk material maupun finansial, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Untuk kritik dan sarannya sangat kami harapkan dari dosen pembimbing dan teman-teman semua. Terima kasih

Wassalamu’alaikum Wr.Wb



Wonosari, Januari 2011



Penyusun


DAFTAR ISI



Halaman Judul ……………………………………………………………………………………………… i

Kata Pengantar……………………………………………………………………………………………… ii

Daftar Isi………………………………………………………………………………………………………. iii

Bab I     Pendahuluan ……………………………………………………………………………………. 1
Latar Belakang ……………………………………………………………………………. 1
Rumusan Masalah ……………………………………………………………………….. 1
Tujuan ……………………………………………………………………………………….. 1

Bab II    Pembahasan …………………………………………………………………………………….. 2
Pengertian Pendidikan Seks ………………………………………………………….. 2
Tahap-Tahap Perkembangan Seks Peserta Didik ……………………………… 3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Seks…………………… 3
Peran Sekolah dalam Memberikan Pendidikan Seks…………………………. 3

Bab III  Penutup …………………………………………………………………………………………… 5
Kesimpulan ………………………………………………………………………………… 5
Saran …………………………………………………………………………………………. 5

Daftar Pustaka



























BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang



Sekolah adalah suatu lembaga pendidikan yang mempunyai tujuan mencerdaskan peserta didik. Namun tujuan yang paling utama adalah membuat suatu perubahan menjadi lebih baik dalam ilmu pengetahuan, sikap, moral dan akhlak. Fenomena yang sering terjadi saat ini baik melalui media tulis maupun elektronik memberitakan maraknya kasus pencabulan, pemerkosaan, hamil di luar nikah maupun aborsi pada anak-anak usia sekolah. Maraknya kasus penyimpangan tersebut membuat sekolah menjadi lebih waspada dan mencari pemecahan masalah-masalah tersebut.

Peraturan yang tegas di sekolah sekarang seakan tak mampu membatasi peserta didik untuk menggunakan alat komunikasi seperti HP dan internet. Media elektronik yang digunakan seperti HP dan Internet memiliki dampak positif dan negative. Hal itu tergantung bagaimana seseorang menggunakannya. Dan salah satu usaha membatasi terjadinya penyimpangan tersebut kepada peserta didik, salah satunya adalah melarang peserta didik membawa HP  ke sekolah. Hal itu dilakukan oleh sekolah dengan tujuan untuk mencegah beredarnya video-video porno yang merusak moral peserta didik. Dengan adanya pembatasan tersebut, sekolah berharap dapat meminimalisir kasus penyimpangan seks yang terjadi pada anak didik. Walaupun pada kenyataanya, pengaruh media elektronik di luar sekolah belum mampu  di tangani oleh keluarga masing-masing peserta didik.

Pengaruh lingkungan, pengawasan orang tua dan ketidak tegasan dalam menangani hal tersebut menjadi kunci semakin banyaknya kasus penyimpangan seks di lingkungan peserta didik. Kurangnya pendidikan seks dan pemahaman perkembangan seks pada anak didik sejak dini adalah salah satu penyebab seseorang melakukan suatu penyimpangan tanpa berfikir akibat dan resikonya terhadap diri sendiri maupun orang lain.


B.     Rumusan Masalah
Bagaimana Tahap-Tahap Perkembangan Seks Peserta Didik ?
Apa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Seks ?
Bagaimana Peran Sekolah dalam Memberikan Pendidikan Seks ?


C.    Tujuan
1.      Mengetahui Tahap-Tahap Perkembangan Seks Peserta Didik.
2.      Mengetahui Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Seks.
3.      Mengetahui Peran Sekolah dalam Memberikan Pendidikan Seks.

BAB II

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Seks



Perkembangan seks antara satu anak dengan anak yang lain berbeda. Perkembangan seks dapat didefinisikan sebagai pendidikan mengenai anatomi tubuh yang dapat dilanjutkan pada reproduksi seksual. Artinya pengenalan seks pada anak dapat dimulai dengan pengenalan anatomi tubuh kemudian meningkat pada pendidikan mengenai cara berkembang biak makhluk hidup yaitu manusia dan binatang. Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran dan pemberian informasi tentang masalah seksual. Informasi yang diberikan diantaranya pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral, etika, komitmen dan agama agar tidak terjadi penyalahan organ reproduksi tersebut. Itu sebabnya pendidikan seks harus diberikan kepada anak sejak dini dalam lingkungan keluarga dan kemudian dilingkungan sekolah.

Awal mula pendidikan seks menjadi tanggung jawab keluarga terutama orang tua karena pendidikan seks memiliki makna yang penting untuk landasan menghindari dampak-dampak yang ditimbulkan karena tidak adanya pengetahuan tentang seks. Masa anak-anak adalah masa-masa kritis untuk mengetahui hal-hal yang tidak ia mengerti sehingga untuk menghindari perilaku coba-coba pada anak, pendidikan seks menjadi penting untuk disampaikan.

Pendidikan seks hendaknya diberikan oleh orang tua dan sekolah sesuai dengan tahap perkembangan kedewasaan masing-masing anak. Hal tersebut akan menghindari timbulnya resiko negative dari perilaku seksual yang menyimpang dan dampak yang akan diterima dari kesalahan pada proses penyampaian pendidikan seks tersebut.


B.     Tahap-Tahap Perkembangan Seks Peserta Didik

Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud

Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud percaya kepribadian yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-kanak di mana mencari kesenangan-energi dari identitas  menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu. Energi psikoseksual, atau libido , digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang perilaku.

Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima tahun. Awal perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan terus mempengaruhi perilaku di kemudian hari.

Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah kepribadian yang sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap yang tepat, fiksasi dapat terjadi. fiksasi adalah fokus yang gigih pada tahap awal psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu akan tetap terjebak  dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang terpaku pada tahap oral mungkin terlalu bergantung pada orang lain dan dapat mencari rangsangan oral melalui merokok, minum, atau makan.

1. Fase Oral

Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap. Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral.

Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi kurang bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu akan memiliki masalah dengan ketergantungan atau agresi. fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah dengan minum, merokok makan, atau menggigit kuku.

2. Fase Anal

Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet, anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.

Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di mana orang tua pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif.

Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa anak-anak perlukan selama tahap ini. Beberapa orang tua menghukum, mengejek atau malu seorang anak untuk kecelakaan. Respon orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar, hal itu akan mengusir kepribadian dan dapat berkembang menjadi individu yang berantakan. Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet training terlalu dini, kepribadian kuat anal berkembang di mana individu tersebut ketat, tertib, kaku dan obsesif.

3.   Fase Phalic

Pada tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Seorang  anak laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu. Kompleks Oedipus menggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan ayah. Namun, anak juga kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini, hal ini disebut kecemasan.
4.      Periode latent

Fase ini adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri.

Freud menggambarkan fase latent sebagai salah satu yang relatif stabil. Tidak ada organisasi baru seksualitas berkembang, dan dia tidak membayar banyak perhatian untuk itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak selalu disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi sebagai suatu periode terpisah.

5. Fase Genital

Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.


C.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Seks

Perkembangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

 a.  Hereditas atau keturunan

Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Hereditas diartikan segala potensi, baik fisik maupun psikis yang dimilki individu sejak masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua. Seseorang yang memiliki kelainan seks, tentu akan menurun kepada anaknya. KELANJUTANE MANUT  ZULL. DIJELASKE KEPIYE MENEH ?????

b.  Lingkungan
Lingkungan sekolah

Yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan, membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya. KELANJUTANE MANUT  ZULL. DIJELASKE KEPIYE MENEH ?????
Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang bersifat universal artinya terdapat pada setiap masyarakat di dunia (universe) atau suatu sistem sosial yang terbentuk dalam sistem sosial yang lebih besar. KELANJUTANE MANUT  ZULL. DIJELASKE KEPIYE MENEH ?????
Lingkungan masyarakat dan teman sebaya

Peranan masyarakat dan teman sebaya bagi remaja adalah memberikan kesempatan untuk belajar tentang bagaimana berinteraksi dengan orang lain, mengontrol tingkah laku sosial, mengembangkan ketrampilan dan minat yang dimilikinya. KELANJUTANE MANUT  ZULL. DIJELASKE KEPIYE MENEH ?????


D.    Peran Sekolah dalam Memberikan Pendidikan Seks

Pendidikan seks pada anak menjadi tanggung jawab keluarga dan sekolah. Peran keluarga sebagai pendidikan awal. Salah satu cara penyamapaian kepada anak dapat dimulai dengan mengajari mereka dengan membersihkan alat kelaminnya sendiri. Orang tua harus mengajari anak untuk membersihkan sendiri alat vitalnya dengan benar setelah buang air besar maupun kecil agar anak dapat mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain. Pendidikan ini pun secara tidak langsung dapat mengajari anak untuk tidak sembarangn mengizinkan orang lain membersihkan alat kelaminnya. Cara menyampaikan pendidikan seks kepada anak jangan tertalu vulgar karena akan berdampak negative pada anak. Orang tua sebaiknya melihat faktor usia. Artinya ketika akan mengarjakan anak tentang pendidikan seks, lihatlah sasaran yang dituju.

Peran sekolah dalam memberikan pendidikan seks dengan syarat utama dalam memberikan pengetahuan hal tersebut anak merasa nyaman. Karena belum tentu anak-anak juga mendapat pelajaran seks dari orang tuanya. Bila menghadapi anak yang terlalu kritis, ingin bertanya segala macam hingga kewalahan, tak perlu ragu mengatakan bahwa kita belum tahu, dan akan berusaha mencari tahu lebih lanjut. Tapi jangan sebatas berjanji, usahakan benar-benar memenuhi permintaannya. Bahkan jika diperlukan, kita bisa mencari tahu dari buku atau orang yang lebih ahli.

Disamping mengajarkan pendidikan seks, sekolah juga harus membarenginya dengan pendidikan moral. Misalnya, setelah mengetahui berbagai fungsi tubuhnya, terutama fungsi reproduksi, ajarkan agar ia tidak suka mengumbar bagian-bagian tertentu tubuhnya. Misalnya, ajarkan anak untuk berganti pakaian di kamar mandi atau di kamar tidurnya. Jadi, tidak boleh berlari-lari sambil telanjang.

Pendidikan seks pada anak-anak usia SD dapat dilakukan bersamaan dengan pembelajaran IPA yang diajarkan oleh para guru. Disela-sela mengajarkan pengetahuan, dapat memasukkan pendidikan seks tersebut beserta pendidikan moral. Untuk anak-anak yang kelas atas seperti kelas 5 dan 6 dapat diberikan sosialisasi tentang apa itu haid dan mimpi basah bagi laki-laki. Karena saat ini sudah banyak anak-anak yang duduk di kelas 5 dan 6 yang sudah mendapatkan haid pertamanya. Setelah mereka memasuki masa-masa SMP, pendidikan seks yang didapatkan dari SD tentu dapat dijadikan pendidikan kedua setelah dari keluarga. Untuk jenjang sekolah di SMP yang sudah mendalami pelajaran reproduksi dan biologi tentu pendidikan seks akan lebih mudah diberikan beserta kesehatan dan dampak-dampak jika terjadi penyimpangan seksual.

Pada masa usia SMP, anak-anak cenderung coba-coba. Dan jika tidak dibarengi dengan pendidikan kesehatan seks dan moral, akan mengakibatkan anak terjerumus dalam kesesatan. KELANJUTANE MANUT  ZULL. DIJELASKE KEPIYE MENEH ?????

Berikut ini cara penyampaian pendidikan seks kepada anak sesuai usia anak yang dapat dilakukan orang tua maupun sekolah.
1.      Pada Anak Balita (1-5 tahun)

Pada usia Balita (Bayi tahun) yang mungkin sudah ada yang duduk di bangku pra sekolah, menanamkan pendidikan seks pada anak dengan cara memulai memperkenalkan kepada anak pada organ-organ seks miliknya secara singkat. Tidak perlu memberi penjelasan detail karena rentang waktu memperhatikan anak biasanya pendek. Untuk orang tua, misalnya saat memandikan anak, kita dapat memberitahu berbagai organ tubuh anak, seperti rambut, kepala, tangan, kaki, perut, dan jangan lupa penis dan vagina atau vulva. Lalu menerangkan perbedaan alat kelamin dari lawan jenisnya, misalnya jika anak memiliki adik yang berlawanan jenis, jelaskan bahwa alat kelamin tersebut tidak boleh dipertontonkan dengan sembarangan, dan terangkan juga jika ada yang menyentuhnya tanpa diketahui orang tua, maka anak harus berteriak dan melapor kepada orang tuanya. Sedangkan untuk para pendidik yang mengajar anak-anak usia pra sekolah, dapat mengajarkan dengan bentuk anatomi tubuh manusia dan hewan. Serta menjelaskan fungsi-fungsi anatomi tubuh tersebut. Dengan demikian, anak-anak dapat dilindungi terhadap maraknya kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual terhadap anak yang akhir-akhir ini sangat marak terjadi.




2.      Pada Ana Usia 6 -12 tahun

Pada usia ini, anak biasanya mulai aktif bertanya tentang seks. Misalnya anak akan bertanya dari mana ia berasal. Atau pertanyaan yang umum seperti bagaimana asal-usul bayi. Jawaban-jawaban yang sederhana dan terus terang biasanya efektif.
3.      Pada Usia Menjelang Remaja 13-16

Saat anak semakin berkembang, menerangkan mengenai haid, mimpi basah, dan juga perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada seorang remaja. Seorang pendidik  bisa terangkan bahwa seorang anak akan mengalami perubahan bentuk payudara, atau terangkan akan adanya tumbuh bulu-bulu di sekitar alat kelaminnya.
4.      Pada Usia Remaja 17-19

Pada saat ini, seorang remaja akan mengalami banyak perubahan secara seksual. Seorang pendidik perlu lebih intensif menanamkan nilai moral yang baik kepadanya. Memberikan penjelasan mengenai kerugian seks bebas seperti penyakit yang ditularkan dan akibat-akibat secara emosi.



Menurut penelitian, pendidikan seks sejak dini akan menghindari kehamilan di luar pernikahan saat anak-anak bertumbuh menjadi remaja dan saat dewasa kelak. Tidak perlu tabu membicarakan seks dalam keluarga dan di sekolah. Karena anak didik perlu mendapatkan informasi yang tepat dari orang tua dan sekolahnya. Peran sekolahpun salah satunya dapat mengikut sertakan siswa-siswinya mengikuti seminar tentang kesehatan reproduksi ataupun tentang pendidikan seks.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar