Peranan Guru
Dalam Menciptakan Pendidikan Karakter di Sekolah
meitafitrialina Uncategorized December 21, 2011
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang kemudian
diimplementasikan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), merupakan
kurikulum yang dirancang untuk memberikan peluang seluas-luasnya bagi sekolah
dan tenaga pendidik untuk melakukan praktik-praktik pendidikan dalam rangka
mengembangkan semua potensi yang dimiliki peserta didik, baik melalui proses
pembelajaran di kelas maupun melalui program pengembangan diri
(ekstrakurikuler). Pengembangan potensi peserta didik tersebut dimaksudkan
untuk memantapkan kesadaran diri tentang kemampuan atau life skill terutama
kemampuan personal (personal skill) yang dimilikinya. Termasuk dalam hal ini
adalah pengembangan potensi peserta didik yang berhubungan dengan karakter
dirinya.
Dalam pengembangan karakter peserta didik di sekolah,
guru memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok
yang bisa digugu dan ditiru atau menjadi idola bagi peserta didik. Guru bisa
menjadi sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku
seorang guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan
kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung
jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan
bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu merupakan transpormasi, identifikasi, dan
pengertian tentang diri sendiri, yang harus dilaksanakan secara bersama-sama
dalam kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis.
Ada beberapa strategi yang dapat memberikan peluang
dan kesempatan bagi guru untuk memainkan peranannya secara optimal dalam hal
pengembangan pendidikan karakter peserta didik di sekolah, sebagai berikut.
1.
Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran. Guru tidak seharusnya
menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh peserta didik,
tetapi guru seyogyanya berperan sebagai sutradara yang mengarahkan, membimbing,
memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan
dan menemukan sendiri hasil belajarnya.
2.
Integrasi materi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran. Guru dituntut
untuk perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep pendidikan karakter pada
materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya. Dalam
hubungannya dengan ini, setiap guru dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat
diintergrasikan dalam proses pembelajaran.
3.
Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan pengembangan budi
pekerti dan akhlak mulia. Para guru (pembina program) melalui program
pembiasaan diri lebih mengedepankan atau menekankan kepada kegiatan-kegiatan
pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yang kontekstual, kegiatan yang
menjurus pada pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik.
4.
Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya
karakter peserta didik. Lingkungan terbukti sangat berperan penting dalam
pembentukan pribadi manusia (peserta didik), baik lingkungan fisik maupun
lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah dan guru perlu untuk menyiapkan
fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang mendukung
kegiatan pengembangan pendidikan karakter peserta didik.
5.
Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam
pengembangan pendidikan karakter. Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah
menempatkan orang tua peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan nara
sumber dalam kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan karakter yang
dilaksanakan di sekolah.
6.
Menjadi figur teladan bagi peserta didik. Penerimaan peserta didik terhadap
materi pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru, sedikit tidak akan
bergantng kepada penerimaan pribadi peserta didik tersevut terhadap pribadi
seorang guru. Ini suatu hal yang sangat manusiawi, dimana seseorang akan selalu
berusaha untuk meniru, mencontoh apa yang disenangi dari model/pigurnya
tersebut. Momen seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru,
baik secara langsung maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai karakter
dalam diri pribadi peserta didik. Dalam proses pembelajaran, intergrasi
nilai-nilai karakter tidak hanya dapat diintegrasikan ke dalam subtansi atau
materi pelajaran, tetapi juga pada prosesnya
Dalam uraian di atas menggambarkan peranan guru dalam
pengembangan pendidikan karakter di sekolah yang berkedudukan sebagai
katalisator atau teladan, inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator.
Dalam berperan sebagai katalisator, maka keteladanan seorang guru merupakan
faktor mutelak dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik yang
efektif, karena kedudukannya sebagai figur atau idola yang digugu dan ditiru
oleh peserta didik. Peran sebagai inspirator berarti seorang guru harus mampu
membangkitkan semangat peserta didik untuk maju mengembangkan potensinya. Peran
sebagai motivator, mengandung makna bahwa setiap guru harus mampu membangkitkan
spirit, etos kerja dan potensi yang luar biasa pada diri peserta didik. Peran
sebagai dinamisator, bermakna setiap guru memiliki kemampuan untuk mendorong
peserta didik ke arah pencapaian tujuan dengan penuh kearifan, kesabaran,
cekatan, cerdas dan menjunjung tinggi spiritualitas. Sedangkan peran guru
sebagai evaluator, berarti setiap guru dituntut untuk mampu dan selalu
mengevaluasi sikap atau prilaku diri, dan metode pembelajaran yang dipakai
dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik, sehingga dapat diketahui
tingkat efektivitas, efisiensi, dan produktivitas programnya.
Dengan demikian berdasarkan paparan di atas, dapat
disimpulkan bahwa dalam konteks sistem pendidikan di sekolah untuk
mengembangkan pendidikan karakter peserta didik, guru harus diposisikan atau
memposisikan diri pada hakekat yang sebenarnya, yaitu : a) guru merupakan
pengajar dan pendidik, yang berarti disamping mentransfer ilmu pengetahuan,
juga mendidik dan mengembangkan kepribadian peserta didik melalui intraksi yang
dilakukannya di kelas dan luuar kelas; b) guru hendaknya diberikan hak penuh
(hak mutelak) dalam melakukan penilaian (evaluasi) proses pembelajaran, karena dalam
masalah kepribadian atau karakter peserta didik, guru merupakan pihak yang
paling mengetahui tentang kondisi dan perkembangannya; dan c) guru hendaknya
mengembangkan sistem evaluasi yang lebih menitikberatkan pada aspek afektif,
dengan menggunkan alat dan bentuk penilaian essay dan wawancara langsung dengan
peserta didik. Aalat dan bentuk penilaian seperti itu, lebih dapat mengukur
karakteristif setiap peserta didik, serta mampu mengukur sikap kejujuran,
kemandirian, kemampuan berkomunikasi, struktur logika, dan lain sebagainya yang
merupakan bagian dari proses pembentukan karakter positif. Ini akan terlaksana
dengan lebih baik lagi apabila didukung oleh pemerintah selaku penentu
kebijakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar